Kamis, 28 Oktober 2010

Memahami Islam Jawa

Tentang Islam Jawa
Memahami tentang agama Islam yang berkembang di tanah Jawa, nama Syech Siti Jenar dengan  pandangannya berupa ajaran kasampurnan tampaknya yang lebih meresap di dasar kepercayaan orang Jawa,  karena ajaran kasampurnan yang dikenal sebagai ajaran menunggaling kawulo gusti memang memiliki kesesuaian pandangan dengan logika kesadaran berkehidupan orang Jawa.

Walaupun demikian keadaannya, wali songo yang menyokong berdirinya keadaan Demak memiliki pandangan dan pengajaran yang berbeda dengan ajaran Syech Siti Jenar, ajaran manunggaling kawula gusti yang amat kontroversial itu telah membuat gelisah para pejabat kerajaan Demak BintoroDari sisi kekuasaan, Kerajaan Demak mengkhawatirkan perkembangan yang diprediksi akan berujung pada pemberontakan. Dasar pertimbangannya berdasarkan fakta bahwa salah satu murid Syekh Siti Jenar, Ki Ageng Pengging atau Ki Kebo kenanga adalah keturunan elite Majapahit (sama halnya dengan Raden Patah).

Terlepas dari polemik sejarah tentang ajaran Syech Siti Jenar yang dianggap sesat oleh kelompok Walisongo, ajaran manunggaling kawulo gusti terus berkembang di pulau Jawa dan berbaur dengan ajaran yang didakwahkan oleh para wali (wali songo). Dan dalam perkembangannya, saat ini kita sangat sulit membedakan diantara  para pemeluknya, mana yang menjadi pengikut Syech Siti Jenar dan mana yang menjadi pengikut Walisongo. 

Namun jika ditilik dari perkawinan Panembahan Senapati dengan penguasa ghaib laut selatanjelas tergambarkan serta menjadi indikator petunjuk bahwa Panembahan Senapati selain menguasai ajaran manunggaling kawula gusti (yang diamalkan oleh para pengikut Syech Siti Jenar), beliau berkemampuan pula menggabungkan kekuatan spiritual yang dimilikinya dengan kekuatan spiritual penguasa laut selatan. 
Ajaran Panembahan Senapati inilah yang kemudian berkembang menjadi ajaran di Kesultanan Mataram Islam khususnya bagi para bangsawan kraton dan akhirnya berkembang luas juga di masyarakat. Ajaran inilah yang dikemudian hari dikenal sebagai  Islam Jawa Manunggaling Kawula Gusti.

Islam Jawa Kasunyatane Urip
Dalam perjalanan memahami Islam Jawa ini saya menemukan perbedaan yang sangat mendasar, bahwa Islam Jawa yang berada di Pare-Kediri merupakan Islam Jawa Kasunyatane Urip dan tidak ada keterikatan dengan Kanjeng Ratu Kidul, penguasa ghaib laut selatan.


Mengapa demikian? Disinilah letak kemurnian dari ajaran kasampurnan yang menjadi ciri dari Islam Jawa Kasunyatane Urip. Ajaran kasampurnan Islam Jawa Kasunyatane Urip pada hakikatnya menempatkan Al Quran sebagai satu-satunya pedoman hidup di dunia. Hubungan antara Gusti Allah dengan kawulanya bersifat individualistik, sehingga pencapaian pada tingkatan yang lebih tinggi lagi adalah urusan masing-masing individu yang mempelajarinya tergantung dari kemampuannya menyerap makna hakikat yang akan ditemui didalam  perjalanan di kehidupan sehari-hari.

Disinilah letak perbedaan yang mendasar antara Islam Jawa Kasunyatane Urip dengan Islam Jawa Manunggaling Kawula Gusti. 

Pelaku Islam Jawa Kasunyatane Urip hanya bersandar kepada Allah swt dan apapun yang terjadi tidak akan meminta pertolongan kepada sesama mahluk, para pelakunya hanya memohon pertolongan kepada Allah swt saja. (tidak berkolaborasi seperti yang pernah dilakukan Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul dan penguasa Gunung Merapi).


Laku Tirakat dan Amalan
Di postingan yang lalu (Tag: Laku Tirakat Islam Jawa) saya katakan bahwa jika ingin membersihkan hati maupun ingin mendekatkan diri kepada Allah swt, maka yang terpenting hatinya harus memiliki niat yang tulus ikhlas hendak berserah diri kepada Allah swt. 

Ada beberapa laku khusus yang spesifik Islam Jawa Kasunyatane Urip adalah dilarang meminta dalam bentuk apapun dari orang lain kecuali kepada orang tuanya ; tidak menolak pemberian orang lain berapapun jumlahnya ; nrimo ing pandum ; tidak menagih uang yang dipinjamkan kepada orang lain ; tidak meminjam uang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Yang dibaca atau amalan-amalannya :
  • bacaan tasbih (Subhanallah), dilafadzkan didalam hati seiring dengan keluarnya nafas;  ini merupakan ungkapan rasa syukur kepada Nya. 
  • bacaan surat Al Fatihah, jika membaca surat ini harus dibaca lengkap. Yaitu, diawali dengan membaca ta'awud (audzubillahi minnasy syaithoon nirrojiim) dan diakhiri dengan membaca Amin. (demikian juga jika dibaca berulang-ulang, harus dibaca lengkap)
Saat melaksanakan sholat wajib atau sunnah : 
  • mulai takbiratul ihram sd salam, bacaan paling afdol jika dibunyikan didalam hati saja; pikiran kosong, fokusnya tepat di ulu hati.
  • lalu pejamkan mata agar bisa merasakan sholat dengan hikmat (tuma'ninah).
  • selesai sholat wajib atau sholat sunah, bacaan wiridnya Al Fatihah 3x  dan Subhanallah 3x.  
Jika bermunajat :
  • sebelum sholat, mintalah bimbingan dan tuntunan dari Allah didalam menjalani kehidupan di dunia, jangan mendikte Allah dengan macam-macam permintaan.
  • awali dengan sholat sunah 2 roka'at. 
  • kemudian lakukan wirid dengan membaca Al Fatehah sebanyak-banyaknya yang  hanya dipersembahkan kepada Allah swt.
  • ditutup dengan sholat sunah 2 roka'at.
Demikian sekelumit gambaran tata cara sholat hakikat beserta wiridan yang bisa saya sampaikan, tentu tidak lengkap dan memang sebaik-baiknya ilmu itu harus diberikan langsung secara lahiriah.
Bagaimanapun juga hal ini adalah sebuah peribadatan hakikat yang harus benar-benar serius didalam menjalaninya.

akhir kata tetap sehat bersemangat dan selalu taat
terima kasih.

(Foto:Syech Siti Jenar dan Kunci dari google images)

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Salam ketemu lg, makasih infonya, sangat bantu saya lebih kenal lg dg Islam Jawa. txs

Mas Bb mengatakan...

Hakikatnya kata Jawa berarti ngerti ; paham ; memahami; terhadap aturan-aturan hidup.

Mas Bb mengatakan...

so.. Islam Jawa bukan berarti Islamnya wong Jawa, akan tetapi bermakna lebih kepada pemeluk Islam yang mengerti akan aturan-aturan hidup berdasarkan Al Qur'an.