Rabu, 27 Oktober 2010

Laku Islam Jawa / Tirakat

PENGERTIAN LAKU TIRAKAT.
Wong Jawa dimanapun pasti mengenal yang namanya lelaku. Laku, kata kerja tunggal yang berarti menjalani. Jika ditambah kata keterangan sifat seperti tirakat, menjadi laku tirakat, berarti menjalani keprihatinan. Dalam kultur Jawa, laku tirakat mulai dikenalkan kepada anak-anak secara bertahap. Ketika mereka mulai beranjak dewasa, anak-anak diberi pemahaman yang lebih agar mau menjalani lebih serius. Yen kepengin mulya kudu tirakat (jika menginginkan kehidupan yang lebih baik harus tirakat)

Setiap insan pasti menginginkan kehidupan yang lebih baik, hari ini lebih baik dari hari kemarin, hari esok lebih baik dari hari ini. Untuk mewujudkan mimpinya, mereka punya program, pakai metode dan teknik para pakar, bergantung pada kultur budaya dan disiplin ilmu yang mereka pahami.  Hal ini mereka lakukan demi mempersiapkan kehidupan masa depan keluarga dan anak cucunya yang lebih baik. Wow....

Mempersiapkan masa depan secara akal sehat berarti menyiapkan kehidupan berdasarkan asumsi manusia saja. Manusia berihtiyar sambil berdoa, mudah-mudahan Allah swt ridha’ atas apa yang diupayakan.
Dengan kata lain masa depan mereka itu masih merupakan misteri, sesuatu yang belum pasti. Bahkan mereka yang menyiapkan sendiri merasa tidak yakin, tersirat dari doa-doa mereka yang diawali dengan “mudah-mudahan”.  Iya kan???
Sedangkan laku tirakat adalah cara yang pasti untuk mencapai tujuan. Caranya dengan pasrah diri kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segalanya.
Intisari menjalani laku tirakat adalah membersihkan hati/kalbu  agar bening. Dengan  kebeningan hati itulah Allah swt berkenan memberi bimbingan dan tuntunan keselamatan menjalani kehidupan di dunia. Hanya dengan pembimbingan langsung inilah sesungguhnya seseorang memperoleh kepastian keselamatan perjalanan hidupnya di dunia hingga di akhirat. 

Kilas  balik Sejarah Nabi Muhammad saw
Pertanyaan yang selalu menggelitik nurani saya itu :
  • Mengapa Muhammad bisa menjadi utusanNya?
  • Apa yang dijalani sehingga Allah ridho menjadikan utusan Nya? 
  • Bagaimana cara beliau menjalaninya ketika itu?
  • Dan juga,mengapa beliau mau menjalaninya? 
  • Apakah di awal menjalani laku tirakatnya, beliau sudah mengetahui jika akan menjadi utusanNya?
Jawaban dari pertanyaan diatas, terpapar di kisah berikut.
Bahwa ketika memasuki usia 40 th. Muhammad sangat gelisah melihat keadaan masyarakat Quraisy pada waktu itu (jaman jahiliyah). Melihat kenyataan yang demikian, hatinya tidak kuat. Beliau lebih suka menyendiri di tempat yang sepi mencari ketenangan batin, sekaligus mendekatkan diri, menyerahkan hidupnya hanya pasrah kepada Allah Yang Maha Kuasa. Saya sangat yakin jika kebiasaan beliau menyendiri itu sebenarnya sudah lama dilakukan bahkan jauh sebelum usianya 40 th. (tetapi tidak ada didalam catatan sejarah)

Apa sebabnya? Siapa yang menuntun Muhammad?
Pada usia 6th, ada kisah tentang hati Muhammad yang disucikan oleh NYA. Seseorang  yang telah memiliki kesucian hati seperti itu (karena disucikan oleh Nya) pasti memiliki rasa yang lebih peka, lebih halus dibandingkan dengan manusia biasa. Sehingga wajar jika Muhammad kecil tidak bisa berkumpul dengan orang yang hatinya belum bersih.  Dari sejarah disebutkan bahwa setelah menyendiri didalam Gua Hiro' selama 40 hari 40 malam, pada malam terakhir bertepatan dengan 17 Romadhon,  malaikat Jibril datang membawakan wahyu Muhammad yang pertama. Pada malam itu Muhammad memperoleh kenabiannya.

Setelah itu apa yang terjadi?
Beliau merasa kedinginan dan pulanglah kerumah, menemui istrinya Siti Khadijah. Dirumah, badannya masih saja menggigil, beliau merebahkan diri bermaksud menidurkan diri dan kepada istrinya beliau minta untuk diselimuti.

  • Ini kisah sejarah yang alamiah dan rasional. Secara logika jika seseorang mengalami peristiwa luar biasa dalam hidupnya, batinnya pasti akan terguncang hebat. Juga karena kejadian ghaib itu tidak rasional. Diutarakan apa adanya sebagaimana yang dialami, orang pasti akan menganggapnya tidak waras.  

Demikianlah kisah yang diriwayatkan, kemudian waktu antara turunnya wahyu yang pertama dengan yang kedua, dari beberapa riwayat terjadi perselisihan pendapat. Ada yang menyatakan tiga tahun atau kurang dari itu. Yang pasti, disaat turunnya wahyu kedua,  Rasulullah sedang berselimut, maka turunlah surat Al Muddatstsir (=orang berselimut) yang merupakan perintah agar Nabi berdakwah kepada kaum kafir Mekah. 

Sehingga telah menjadi terang benderang bagi kita semua bahwa di awal perjalanan hidupnya, Nabi Muhammad saw tidak mengetahui jika akhirnya dipilih dan diangkat Allah swt menjadi utusan Nya. Beliau itu, dalam perjalanan kehidupan spiritualnya selalu mengikuti kata hati. Begitu pula, ketika beliau melakukan tirakat menyendiri  (jawa=nyepi,topo)  di dalam gua hira', hakikatnya adalah mengikuti kata hati sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepadaNya.
  
Jadi tidaklah benar jika Nabi Muhammad saw yang dipilih oleh Allah swt untuk dijadikan utusan Nya, serta merta langsung mencapai tingkatan sempurna tanpa melewati tahapan/proses ujian yang bertingkat-tingkat. 
Semua nabi, semua rasul, semuanya mengalami proses pematangan spiritual yang bertingkat-tingkat dibawah bimbingan dan tuntunan langsung Allah swt. 

  • Bimbingan langsung dari Allah swt hakikatnya tidak diperuntukkan bagi para nabi saja melainkan untuk siapapun diantara umat NYA yang benar-benar beriman kepada Allah swt.  


Seperti disebutkan didalam Surat Al Taghaabun ayat 11: 
"Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu"

  • Pertanyaannya adalah pada tingkatan keimanan yang bagaimanakah Allah swt berkenan memberi bimbingan dan tuntunan langsung itu?

PEMAHAMAN AGAMA ISLAM
Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Allah kepada umat manusia sebagai pembawa rahmat bagi semesta alam, juga sebagai penyempurna dari tiga agama yang pernah diturunkan kepada nabi Dawud as, nabi Musa as dan nabi Isa as. 

Kitab suci Al Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai pedoman hidup yang membawa rahmat bagi seluruh semesta alam. Kitab suci Al Qur’an juga sebagai penyempurna dari kitab-kitab suci yang pernah diturunkan di dunia. Penyempurna kitab suci Zabur, Taurat dan Injil.
Al Qur'an berisi ajaran moral atau akhlak yang mulia (akhlaqul karimah); budi pekerti yang luhur; yang muaranya terdapat pada hati yang bersih, suci; hati yang bening. 

Apabila anda mampu menjalani kehidupan duniawi hanya bersandar/pasrah kepada NYA sesuai dengan petunjuk yang terdapat didalam Al Quran, maka anda akan mencapai tingkatan tauhid yang tinggi. Pada tingkatan ini, Allah swt berkenan menanamkan Al Qur'an didalam hati (seperti hati Rasulullah) sebagai akhlaknya serta dijadikan oleh NYA menjadi manusia sempurna (insan kamil)  Allah Maha Adil. Subhanallah !

Andai umat Islam seperti itu kondisinya... Betapa indahnya kehidupan ini! Kehidupan duniawi akan berjalan sesuai dengan kodratinya, tidak akan saling sikut berebut kedudukan ataupun jabatan. Dengan hati yang bening, bisa dipastikan tidak akan terbersit sedikitpun di pikiran, ambisi/nafsu untuk memperkaya diri sendiri. Semua dipasrahkan kepada Allah yang maha kuasa membagikan rizqi (rejeki)


PEMAHAMAN BUDAYA JAWA
Jawa dapat diartikan sebagai ngerti, tahu, paham terhadap kehidupan.
Budaya Jawa dikenal sebagai budaya adiluhung. Dari buku Catatan Pinggir 3, Goenawan Mohammad-mengutip kamus Jawa-Inggris susunan Elinor Clark Horne, terbitan Yale University Press tahun 1977. Kata “adiluhung” berarti of outstanding quality,  atau highly esteemed . Suatu sifat yang menunjukkan ketinggian mutu, keindahan dan kehalusan, juga keluhuran.

Perhatikan tembang macapat dibawah ini,
Urip iku sakderma anglakoni
Mobah mosik ana kang mobahna

Hal diatas menunjukkan pemahaman tauhid wong Jawa yang telah menyadari esensi dari kehidupan bahwa manusia hanya sekedar menjalani saja, semua aktifitas, gerak dan pergerakannya semata-mata digerakkan oleh Gusti Allah.
Dengan kata lain, manusia hendaknya berserah diri sepenuhnya kepada Allah swt. Tunduk dan taat hanya kepada Allah swt. Budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi di dalam masyarakat Jawa identik dengan nilai-nilai spiritual yang sudah membumi di masyarakat dan menjadi bagian dari sendi dasar kehidupan yang melekat dalam budi pekerti Jawa.

Diantaranya adalah budaya untuk mengutamakan bebuden luhur (berbudi luhur); dalam bertindak mengutamakan "rasa" (adanya dalam hati/nurani/kalbu);  sabar; ikhlas; legawa; seleh (berserah diri); nrimo ing pandum (menerima apa adanya) dan meyakini bahwa kehidupan duniawi pasti owah gingsir anyakra manggilingan  (berputar seperti roda, kadang di atas kadang di bawah) serta memahami falsafah urip iku ngundhuh wohing pakarti (hidup itu merupakan buah dari perbuatan/siapa menabur pasti menuai).

Sehubungan dengan sikap dasar manusia sebagaimana firman Allah swt dalam Al Qur'anul karim: (QS.Al Anbiyya’ 21:37)
"Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa"

Pada jaman itu, masyarakat Jawa telah meng-apresiasi-nya, dalam berkehidupan hendaklah bersikap jangan tergesa-gesa. Lebih baik alon-alon waton kelakon (pelan tapi pasti ; biar lambat asalkan selamat) merupakan sifat-sifat yang menggambarkan kesadaran diri atas segala kekurangan; ketaatan; keyakinan dan kepasrahan yang begitu kuat kepada Allah swt - Tuhan Yang Maha Kuasa.

Akhlaqul karimah = Budi luhur?
Sebagai penelitian awal dalam rangka mencari persamaan antara nilai-nilai moral yang tersirat didalam Al Quran dengan Budaya Jawa, yang terpenting bagi saya tentunya.. bisa menyampaikan sebuah kebenaran tentang fakta-fakta yang tersirat dari keduanya. Maka, sepahit apapun harus tetap saya sampaikan.
Mungkin terlalu dini atau bahkan dianggap mengada-ada ketika saya hendak menyimpulkan... 
Bahwa saya yakin benar jika nilai moral yang tersirat di dalam Al Qur'an itu identik dengan ajaran budi luhur yang telah dijalani oleh masyarakat di Jawa.
  • Marilah  kita menggunakan rasa di hati terdalam,Tahukah anda jika rasulullah Muhammad saw itu sifatnya sangat sopan dan  santun, lembut?
  • Darimana beliau memiliki sifat-safat njawani (spt orang Jawa) seperti itu?
Ataukah sifat-sifat yang njawani itu hakekatnya merupakan wujud dari nilai-nilai moral yang tersirat didalam Al Qur'an, sebagaimana disebutkan didalam hadits, bahwa Nabi Muhammad saw itu memiliki akhlak Qur'ani.
Beliau itu bukan seperti orang Quraisy di masa itu, yang kasar dan penyembah berhala. Beliau sudah meyakini Tuhan yang satu.
Juga diceritakan dalam sejarah bahwa Nabi Muhammad itu lemah lembut. Bukankah lemah lembut merupakan ciri khas orang Timur (Wong Jawa)?   

Tidak berlebihan kiranya jika di ujung pembahasan saya sampaikan bahwa ajaran budi luhur atau akhlaqul karimah itu kitabnya diturunkan di jazirah Arab dan yang sudah menjalani isi kitabnya adalah  masyarakat di Jawa.

Berbahagialah anda yang berasal dari Jawa, karena dengan ke"jawa" an yang melekat pada diri anda sejak bayi, pastinya sangat membantu memudahkan anda dalam memahami nilai-nilai moral  yang tersirat didalam Al Qur'an.

Jika ingin melihat dan mengenal lebih jelas budi pekerti Jawa yang sudah membumi di masyarakat, tempo-tempo tengoklah kehidupan para sesepuh di Jawa yang masih tersisa. Pada umumnya beliau-beliau masih sangat setia ngugemi laku  jawane (memegang teguh budaya jawanya) di dalam menjalani keseharian hidupnya. Sebenarnya kita bisa mengambil makna hakekat laku jawa dari kehidupan sehari-hari para sesepuh tersebut. 

  • Bagaimana menyikapi rejeki yang diterima; 
  • bagaimana menyikapi keinginan yang melebihi kemampuan; 
  • bagaimana cara menghormati tamu yang bertandang ke rumah; 
  • bagaimana sikap istri terhadap suami ; dll. 

Hakekatnya, inilah wujud penerapan akhlak Qur'ani didalam keseharian hidup, yang memang telah membumi di Jawa.

Dalam hal berperilaku, pada hakekatnya kita hanya berpedoman kepada Al Qur'anul karim.  Sebagai ajaran tauhid paling sempurna yang membawa rahmat bagi semesta alam dan membimbing manusia agar selamat menjalani kehidupan di dunia hingga di akhirat kelak.

LAKU TIRAKAT ISLAM JAWA
Islam dan Jawa tidak bisa dipisahkan karena perbedaan bahasa ataupun budayanya.  Keduanya memiliki nilai kesempurnaan yang haq dari Allah. 
Agama Islam memiliki kesempurnaan didalam tata cara beribadah kepada Allah dengan sholat 17 roka'at/hari yang diturunkan pada waktu Nabi Muhammad s.a.w diperjalankan dalam Isra' mi'raj. 
Sedangkan Laku Jawa adalah sampurnaning urip, kesempurnaan didalam tata cara berkehidupan didunia, menuntun manusia untuk selalu opo jare (hanya pasrah) kepada Yang Maha Kuasa. Jadi Islam Jawa hakikatnya adalah menjalani ibadah  secara Islami dan berperi laku seperti orang Jawa (~yg mengamalkan Al Qur'an). 

Dibawah ini adalah hal-hal yang berhubungan dengan Laku Tirakat Islam Jawa Kasunyatane Urip  (realita kehidupan). 
Dan perlu diperhatikan, di dalam menjalani laku tirakat selain harus ikhlas juga harus pasrah sepenuhnya kepada Allah swt.

Diantaranya yang harus dijalani adalah :
1. Puasa sunah Senin dan Kamis, yang diniatkan hanya untuk Allah swt.
2. Perbanyak sholat sunah, baik siang (dhuha) ataupun malam (tahajud) 
3. Waktu potong rambut hanya di hari Rabu.
4. Jangan koreksi kesalahan org lain (ngerumpi), selalu instrospeksi diri.
5. Gunakan rasa hati untuk merasakan apa yang dilihat (untuk melatih rasa)
6. Jangan mengambil hak orang lain.
7. Jangan menagih hutang.

Dengan menjalani laku tirakat, diharapkan anda akan lebih mudah memahami nilai-nilai yang tersirat dari kehidupan yang kita jalani sehari-hari. Dalam istilah pesantren kuno "ngaji huruf gede", mengaji dengan memperhatikan alam semesta yang nantinya akan memudahkan anda membaca tanda-tanda petunjuk hakekat yang diturunkan Allah swt untuk diambil hikmahnya.

Aja percaya yen ora nyata, jangan percaya kalau tidak nyata..  jangan puas hanya dengan membaca, harus dibuktikan sendiri kebenarannya.  (pemahaman hakekat)

Demikian sedikit gambaran yang merupakan cuplikan pemahaman sederhana dari laku Islam Jawa Kasunyatane Urip.

tetep sehat,  bersemangat dan selalu taat.
wassalam. terima kasih.

2 komentar:

Mas Bb mengatakan...

Perhatikanlah tata cara berdoa kepada Allah swt. Aturan utama yang harus diingat adalah manusia itu kawula/hamba sahaja yang tempatnya adalah ing ngarsane, di kakiNya.

Karena sesungguhnya sangatlah tidak pantas jika seorang kawula/hamba sahaja meminta atau menyuruh Gustine.
Seorang hamba sudah sepantasnya jika hanya menerima saja, mung sak paring-paring.

Jadi sebaik-baik doa adalah pasrah diri pada keputusan Allah swt.
Nrima ing pandum.

Unknown mengatakan...

tadinya saya mau berkomentar begitu baca komen Mas Bambang..jadi batal karna menurut saya kalimat terahir dari mas bambang adlah yg paling benar