Senin, 27 Juni 2011

Bertemu Sang Pembimbing

Cerita Perjalanan Ketiga.
Seri ketiga dari cerita perjalanan kali ini adalah sebuah kisah pertemuan dengan sang pembimbing pada awal Juli 2006. Dalam pertemuan kali ini saya ditemani seorang teman dari kota kecamatan Pare Kediri, dan berbincang bertiga dari pagi hari hingga tengah hari.

Dari segi usia, waktu itu saya baru menginjak 45 tahun sedangkan beliau belumlah genap 40 tahun, walaupun kami  tidak saling mengenal sebelumnya, akan tetapi perbincangan kami tidak canggung, seolah kami sudah pernah bertemu. Dialog kami berkisar di kisi-kisi makna kehidupan yang diridhoi Allah swt dan terus berlangsung term demi term; berbagai perihal yang belum bisa saya pahami dan ketahui tentang kuasa ilahi, beliau mampu memberikan pemahaman yang pas, sesuai dengan kaidah kehidupan yang saya yakini. Sepertinya beliau bisa melihat isi hati saya, mengetahui apa yang saya pikirkan dan apa yang saya rasakan.

Pada perbincangan di pagi itu, saya menemukan hal baru, pemahaman tentang  bagaimana hidup yang senantiasa selalu mendapat ridho Allah swt ; bagaimana cara mendapatkannya ; dan apa yang harus dilakukan agar Allah swt selalu ridho memberi bimbingan dan tuntunan kepada umat NYA.




Sejujurnya saya sampaikan bahwa hal ini sesungguhnya berkaitan dengan kekhawatiran saya terhadap masa depan anak-anak, satu orang putra dan dua orang putri yang tidak hanya membutuhkan perhatian, tetapi pastinya juga membutuhkan materi dan pendidikan formal berkelanjutan hingga ke jenjang yang paling tinggi.
Sedangkan kami ini orang biasa. Walaupun skill kami cukup memadai untuk mendapatkan penghasilan yang lumayan besar, rasa khawatir dalam pembiayaan anak-anak selalu singgah di pikiran kami; selalu saja merasa takut, khawatir tidak bisa memenuhi harapan mereka.

Saya tahu, ini penyakit psikis. Solusinya dengan terapi meditasi; atau yoga; atau pasrah diri kepada Tuhan. Tetapi, ada apa dengan diri saya??? mengapa selama ini, saya bahkan tidak merasa memiliki Tuhan; apakah karena waktu itu saya berpendapat, urusan duniawi harus diupayakan secara lahiriah, sehingga masa depan anak-anak harus diprogram sedemikian rupa dalam  pendanaannya agar sesuai dengan cita-cita mereka dan harapan kita; dan yang terakhir kepada Tuhan, kita mohonkan agar Tuhan mengabulkan semua keinginan kita. 
Begitulah keadaannya ketika rasa khawatir terhadap masa depan anak-anak masih menyelimuti kami, walaupun dalam keadaan berkecukupan tetap saja belum bisa merasakan ayem tentrem. Hal ini hanyalah satu dari beberapa contoh yang umumnya terjadi didalam kehidupan masyarakat. 

Kemudian perbincangan kami berlanjut pada kebersihan hati, dikatakannya bahwa sesungguhnya hati seseorang itu tidak bisa dimasuki setan, apalagi hati seorang mukmin, karena hakikatnya hati mukminin adalah rumah Allah (qalbi mu'minin baitullah) sehingga setan hanya mampu menyelimutinya saja. Dalam kondisi ini, manusia menjadi berkurang nuraninya, sehingga tidak mampu menerima petunjuk ilahiyah. Akibatnya, hawa nafsunya menjadi menggebu, berebut harta, menginginkan kekuasaan dan kedudukan. Oleh karena itu, selimut setan tidak boleh dibiarkan, harus dibersihkan dengan seksama. 

Lebih lanjut dikatakan oleh Sang Pembimbing bahwa membersihkan selimut setan yang paling mudah adalah diberi minum segelas air putih oleh sang pembimbing; hal ini membersihkan 80%, sedangkan yang 20%, membersihkannya merupakan tanggung jawab yang bersangkutan. 
Tujuannya untuk menakar kesungguhan hati seseorang, apakah ia sungguh-sungguh ingin ber "jihad" membersihkan hati atau tidak; apakah betul-betul ingin terbebas dari belenggu setan ataukah tidak? 
Karena jihad yang sebenar-benarnya jihad sebagaimana dimaksud Nabi Muhammad saw, adalah perang melawan hawa nafsu; adalah bertikai dengan keinginan diri sendiri; berjuang melawan dorongan hawa nafsu kita sendiri. (lihat: perang akhir jaman) 

Pesannya, jagalah hatimu; jagalah perilakumu; hingga mampu mengikis 20% yang tersisa. Memang perlu waktu, butuh kesabaran, keikhlasan serta keyakinan kuat yang akan teruji dalam pasang surut perjalanan hidup; Sehingga ke depan menjadi lebih kuat dalam mengarungi samodra kehidupan.


Sebetulnya apa yang harus dilakukan agar semua beban hidup menjadi ringan tanpa membebani pikiran.
Sang pembimbing menjawab, tirakat lah; jalanilah laku puasa senin kamis (lihat: Lelaku), karena puasa ini hakikatnya adalah kunci agar Allah swt ridho memberi bimbingan dan tuntunan kepada umat NYA. Sekarang minumlah segelas air putih ini agar setan-setan yang menyelimuti hatimu hengkang.

Demikianlah, kejadian pada 5 tahun yang lalu, tepatnya pada 4 Juli 2006. Disaat rakyat Amerika merayakan Independence day, saya pun merayakan hari kemerdekaan saya terbebas dari jajahan hawa nafsu, yang nyata-nyata pada akhir jaman sekarang ini memang harus diperangi.

tetep sehat bersemangat dan selalu taat.
terima kasih.
  
(Foto: dari Google images)

Tidak ada komentar: